Dotonburi : Sebuah Kejujuran

12 April. Musim semi 2015

Ini adalah hari ketiga kami di negeri sakura. Sejak tiba selalu berangkat pagi dan pulang malam ke hotel. Mengunjungi beberapa tempat wisata yang cukup touristy di Osaka : Osaka Castle, Shinsaibashi, Dotonburi, Shitennoji, Shinsekai, Minami (Namba) dan Umeda Sky Building. Nah ada kejadian mengesankan di Dotonburi, sebuah pusat perbelanjaan, jajanan dan hiburan yang terhampar di sepanjang jembatan Dotonbori-Nipponbashi. Saat itu malam hari. Sedikit gerimis dan suhu dingin. Namun keramainnya tetap memperlihatkan sisi flamboyan Osaka.

Suasana malam di Dotonburi Street
Semakin malam semakin ramai

Kami mengantri di salah satu kedai street food yang menjual takoyaki tepat di samping reklame kepiting raksasa Kani Douraku. Antriannya panjaaaaang banget. Asumsi kami, ini pasti enak nih karena orang yang antri banyak sekali. Ketika telah di 2/3 antrian, salah satu pelayannya menatap saya dengan senyum dan ngocehlah dia memakai nihon go. Sebagai balasan, saya tersenyum balik padanya. Mungkin dia memahami saya tidak mengerti maksudnya, diapun meminta bantuan ke temannya yang lain. Berdua, mereka meninggalkan pembakaran takoyaki dan merapat ke arahku. Dua pemuda Jepang yang sangat unyu mengenakan apron hitam dan kain senada diikatkan ke kepala. Sayangnya, teman yang dimintai bantuan tadi juga tidak fasih berbahasa Inggris. Maka body language pun adalah solusi. Bahasa pemersatu ummat manusia di seluruh dunia. Hehehe.

Laki-laki yang lebih jangkung yang tadi dimintai bantuan itu, menunjuk pashminaku berkali-kali dan menyebut alkohol berulang-ulang sambil menaikkan jempol kanannya lalu menunjuk suatu arah di depan sana. Saya mencoba mengolah informasinya dengan menebak : Mungkin maksud mas-mas ini apakah aman bagi saya yang berhijab memakan takoyaki yang ada unsur alkoholnya? Dan benar saja! Seseorang yang ikut dalam antrian itu, sepertinya warga Jepang juga namun fasih berbahasa Inggris menyampaikan bahwa takoyaki ini mengandung alkohol. Apakah itu halal bagi saya? Jika tidak, beberapa meter di depan sana ada kedai takoyaki yang lain yang tanpa alkohol. Seketika hatiku mengharu biru. MasyaAllaaahhh… betapa orang-orang ini sangat peduli dengan kami yang muslim. Berupaya berlaku jujur pada konsumen tanpa takut kehilangan calon pembeli.

How to made takoyaki. Di depan panggangan itu, antrian pembeli mengular.
Bye takoyaki. Kamu kelihatannya enak sih. Tapi maaf, kamu gak halal beb.

Nah karena itu tidak halal, kamipun batal menikmati takoyaki yang baru diangkat dari panggangan itu. Sebagai balasan kejujuran pelayan kedai, kami tetap membeli hanya saja diberikan kepada si translator yang tadi antri di depan saya.

Maka benarlah kata orang bijak : mereka yang mengedepankan nilai kejujuran, tidak akan pernah kehilangan untung.

12 comments

  1. Jujur ya orang Jepang. Klo saya terharu waktu bingung cari hotel Fresa Inn yg kami booking. Pegawai logistik sampai bela belain antar ke depan hotel yg kira-kira 300 meter dari tempatnya kerja, sampai depan hotel membungkuk, lalu pergi begitu saja.

    Liked by 2 people

Leave a comment