UK Trip 2018 : Day 1 – From Makassar To London

Setidaknya ada tiga hari yang paling mendebarkan dalam hidupku yang membekas hingga saat ini. Pertama, ketika secara tiba-tiba Kak Idu melamar saya. Kedua, ketika akan melahirkan anak pertama di tanah rantau. Dan ketiga, ketika meninggalkan kota Makassar menuju London hari ini.

From Makassar to London

Pagi sekitar pukul sembilan, kami meninggalkan rumah. Bisa dibilang ini adalah keberangkatan kami yang paling ‘manusiawi’. Sarapan tidak terburu-buru, mandi sambil leyeh-leyeh, dandan super santai, rumahpun ditinggal dalam keadaan bersih. Kalau flashback dengan perjalanan kami ke Eropa beberapa waktu lalu yang harus kejar-kejaran dengan jadwal penerbangan, saya ngakak sendiri mengingat pakaian yang saya bawa justru membuat malu di Belgia. Yang pernah baca tulisan Brussels and all its drama dalam blog ini pasti tau deh apa yang terjadi. Hehehe.

Sepagi itu, Kota Makassar ternyata masih lengang di jalan-jalan protokol. Taksi online yang kami tumpangi pun melaju santai menuju bandara Sultan Hasanuddin. Mungkin karena hari sabtu kali ya sehingga jalan raya tidak sesibuk pada hari-hari kerja. Kak Idu juga masih sempat mampir ke salah satu toko outdoor untuk membeli tas gantung penyimpanan paspor, hp, uang tunai dan barang berharga lainnya. Orang-orang biasanya menyebut tas gantung itu dengan tas Doraemon karena digantung di leher dan diselipkan ke dalam baju sehingga terlihat seperti kantong ajaib milik Doraemon. Sebenarnya dulu sudah punya tapi entah tersimpan di mana. Sudah cari di rumah, juga di kamarku di rumah orang tua, juga di kontrakan kami di Timika tapi tetap gak ketemu barang ajaib itu. Hmm… Risiko hidup nomaden. Kadang nyari barang sampai kebingungan sendiri.

Perjalanan kami hari ini sepertinya akan melelahkan karena menempuh empat bandara internasional sebelum akhirnya mendarat di Heathrow. Makassar – Jakarta dengan Garuda Indonesia. Lalu Jakarta – Kuala Lumpur dengan maskapai KLM. Terakhir Kuala Lumpur – London dengan Emirates yang harus transit di Dubai terlebih dahulu. Lho… memangnya kenapa sih gak langsung dari Jakarta – London saja? Soalnya harga tiket Emirates via KL lebih hemat 2 juta per orang daripada via Jakarta. Lumayan banget kan selisihnya jika dikali 3 plus 1 infant. Sedangkan dari Makassar, juga masih lebih murah naik Air Asia ke KL daripada naik citylink ke Jakarta di tanggal yang sama. Maka fix dibelilah tiket Emirates KL – London. Sedangkan tiket Makassar – KL kami skip dulu hingga visa UK kami approved.

Boarding pass Emirates

Pembelian tiket KL – London inipun sebenarnya punya ceritanya sendiri. Jika biasanya saya yang bertanggungjawab untuk ticketing dan penyusunan itinerary di setiap perjalanan kami, maka lain halnya dengan UK Trip ini. Kak Idu ternyata secara diam-diam telah membeli tiket tersebut yang rupanya bertepatan dengan hari ulang tahunku. Di suatu siang ketika saya sedang menggoreng ikan untuk lunch bersama, dia mengirimkan email berisi e-ticket perjalanan Kuala Lumpur – London PP. Naik Emirates pula! Dasar man of surprise! Selaaluuu saja berhasil membuat saya meleleh. Padahal saya sudah mengubur dalam-dalam keinginan ke Inggris karena drama beasiswa ke Sheffield Hallam yang menguras emosi. Belum dengan keputusan Kak Idu yang membatalkan secara sepihak rencana perjalanan kami dengan alasan sangat absurd. Di waktu yang sama kami juga dihadapkan pada kondisi keluarga yang butuh bantuan. Egois sekali jika kami memaksakan berangkat sementara ada saudara yang menunggu uluran tangan kita. Maka kamipun sepakat untuk memakai uang tabungan traveling itu karena memang kami tidak punya budget yang mencukupi untuk kasus dadakan ini. Tak mengapa tabungan perjalanan kami berkurang dan harus menunda ke Inggris jika memang dananya belum cukup. Kami mengajak diri untuk berlapang dada bahwa ini semua untuk membangun tabungan akhirat. Bukankah membantu keluarga lebih utama dan sangat mulia? Sayapun mengumpulkan semua keberanian yang saya punya untuk mengubur dalam-dalam keinginan ke Inggris setelah bertahun-tahun lamanya berusaha dan kini juga harus bernasib sama. Mungkin memang saya tidak pernah ditakdirkan menginjakkan kaki di negeri Ratu Elizabeth.

E-ticket yang dikirim ke emailku

Kejadian-kejadian itu membuat saya pasrah dan berusaha memeluk semua rasa kecewa. Berdamai dengan diri sendiri bahwa saya memang tidak pernah berjodoh dengan Big Ben. Hingga disuatu siang, ketika saya sedang menggoreng ikan untuk lunch bersama, sebuah email yang masuk di inboxku meruntuhkan semua tembok-tembok perdamaian itu. Sebuah tiket PP ke London dengan logo maskapai penerbangan terbaik dunia, Emirates! Saya akan ke Inggris, itulah takdirku!

Untuk kesekian kalinya, lelaki bernama Kak Idu berhasil membuatku bungkam. Saya kehilangan kata-kata bahkan untuk sekadar ucapan terimakasih. Tubuhku sudah lebih dulu mendarat di dadanya. Memeluknya erat dengan derai air mata yang tak bisa dibendung. Bau hangus ikan yang digoreng mengembalikan seluruh kesadaranku. Oh tidak, tidak. Saya berharap ini bukan bunga tidur. Saya menampar-nampar pipiku, mencubit tanganku dan ternyata rasanya sakit berarti ini bukan mimpi. Ini nyata. Saya akan ke Inggris, itulah takdirku! Dengan malu-malu saya menunjukkan ikan di atas wajan. “Yaa… gagal deh makan siangnya.” Kata Kak Idu dengan wajah yang disetting cemberut. “Oh tenang. Kita makan di luar saja, sayang.” Kataku dengan tersenyum lalu buru-buru menambahkan kalimat “saya yang traktir “. Meski dalam kenyataannya kami tetap memutuskan makan di rumah untuk alasan penghematan demi mewujudkan impian ke Inggris. Hahaha.

Well, kembali ke cerita perjalanannya yang harus mendarat di empat bandara internasional : Soetta, KLIA, Dubai, Heathrow. Jika memang tiket kami KL – London, artinya bisa berangkat langsung dari Makassar. Seharusnya tidak perlu lagi ke Jakarta bukan? Tapi mungkin karena dulu Kak Idu sangat excited ketika membeli tiket Emirates tersebut, ia kehilangan fokus mengecek jadwal penerbangan Air Asia dari Makassar ke KL yang cuma 3 kali dalam seminggu. Sayangnya, dia ternyata membeli tiket justru di hari yang tak ada penerbangan ke KL. Maka mau tidak mau kami harus membeli tiket ke KL dari kota lain. Yang paling memungkinkan adalah Surabaya, Jakarta dan Bali.

Child meal Emirates

Setelah membandingkan waktu penerbangan, biaya, dan lama perjalanan, kami memutuskan via Jakarta saja. Yang paling masuk diakal emak-emak seperti saya adalah naik LCC seperti Citylink. Tapi dasar man of surprise! Lagi-lagi dia membungkamku dengan tiket Garuda Indonesia yang dia beli beberapa hari kemudian. Katanya karena saya belum pernah melihat terminal 3 yang sangat internasional itu. Duh.. padahal harga tiket per orangnya menembus angka satu juta-an. Naluri emak-emak ku sebenarnya menolak keras. Sayang duitnya. Hahahaha. Syukurnya dapat promo KLM di bawah 600 ribu untuk penerbangan lanjutan kami dari Jakarta ke KL. Maka jadilah rute perjalanan kami Makassar – Jakarta dengan Garuda Indonesia, Jakarta – Kuala Lumpur dengan KLM, lalu Kuala Lumpur – London dengan Emirates yang harus transit di Dubai. Jadi pakbapak, sebelum fix membeli tiket perjalanan dengan tujuan memberi kejutan buat si istri, tolong ya dicek kembali jadwal penerbangan langsung dari kota anda untuk menghindari kejadian seperti kami.

Terminal 3 Soetta, Jakarta
Di dalam pesawat KLM menuju KL

Meski panjang, alhamdulillah perjalanan kami lancar. Apalagi semuanya dengan full service airline. Kami akhirnya tiba di Heathrow setelah menghabiskan hampir 2 hari di jalan sejak meninggalkan rumah kami di Makassar. Dari Heathrow kami langsung menuju visitor centre mengambil peta wisata, peta underground dan membeli kartu Oyster. Selanjutnya menuju apartemen di Camden Town untuk istirahat total.

Heathrow International Airport
Visitor Centre di terminal 4 Heathrow

Alhamdulillaaahh…. The dream becomes true. Salam dari London!

-London, 5 Agustus 2018

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s